Oleh : Ujang Supriyatna/ Kasi PAIS Kemenag Kota Bogor
Pendidikan merupakan hak asasi yang harus diterima oleh segenap warga Negara Indonesia , tanpa terkecuali. Negara berkewajiban untuk memberikan pendidikan kepada seluruh warga negaranya, baik pendidikan formal maupun non-formal. Hal ini sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945, pada alenia ke IV “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdsarkan kemerdekaan…..
Amanat Pembukaan UUD 1945 ini, semata-mata mengharapkan agar warga Negara Indonesia tidak menjadi orang bodoh, yang hanya menjadi kuli dirumahnya sendiri, tidak pernah menginnginkan bangkit, maka disinilah peran Negara begitu penting. Namun jikalau kita sadari bersama, ternyata penyelenggaraan pendidikan itu, tidak hanya dipikul oleh pemerintah sendiri, karna tidak mungkin pemerintah dapat menyelenggarakan pendidikan secara sepihak. Oleh karena itu , disinilah peran serta masyarakat dan keluarga sangat diperlukan.
Keluarga sebagai basis utama pendidikan , malah di anggap, sebagai sekolah pertama sebelum mengembangkan pendidikan kedunia luar, seyogyanya keluarga menjadi poros terdepan yang diawali olehpendidikan mengidentifikasi, pengenalan, keteladanan, makanan yang baik dan halal, serta tranformasi ilmu yang positif, disini jangan sampai memori anak-anak kita teracuni oleh nilai-nilai akhlak tercela. Bagian lain, yang tidak kalah pentingnya, adalah Sisi pengawasan yang harus menjadi perhatian, jangan sampai prilaku anak tidak dapat terdeteksi secara dini, yang akhirnya susah merubah laksana menulis di atas air.
Alangkah baiknya, kalau kita menyimak hadist Nabi SAW., yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab mukhtarul ahadist al-nabawiyah, yang menggambarkan urgensi pendidikan keluarga.
“Kewajiban orang tua terhadap anaknnya antara lain: memberikan nama dan adab yang baik, mengajarkan al-Kitab (al- Qur’an), berenang dan memanah. Memberikan rezeki yang halal dan menikahkan apa bila sudah ada pasangannya.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 232), Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu diberikan awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” yang berarti memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan penjelasan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir. Lebih lanjut menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dalam hal ini proses perubahan yang diharapkan dari proses pendidikan adalah seluruh sikap dan karakter anak didik, banyak hal yang mempengaruhi perubahan sikap dan prilaku anak didik, bisa lebih baik atau mungkin lebih terpuruk. Tentunya dalam hal ini faktor pendidikan dan pengawasan pun amat dominan. Disamping pendidikan sekolah dan keluarga ada juga faktor lain yang tidak dapat disepelekan, yaitu lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat ikut serta dalam mempengaruhi pembentukan karakter anak didik, lingkungan yang buruk, dapat mengakibatkan mentalitas anak, akan mudah terpengaruh, namun jika lingkungan nya baik/shaleh , insyaAllah sikap dan prilaku anakpun akan relatif menjadi baik.
Ini semua bermuara dari pendidikan, pertanyaannya, pendidikan agama dimana-mana, tapi kenapa kenakalan masih tetap menjamur, free sex, tawuran, penganiayaan, kriminal dan lain-lain. Disini perlu dicermati bahwa pendidikan tidak an sih pendidikan. Tapi pendidikan harus menjadi orientasi amaliyah keseharian berbasis spiritual.
Fisikawan terkenal, Albert Einstain, mengatakan “ Science Without Religion is Blind, Religion Without science is Lame” (Pengetahuan tanpa Agama buta, Agama tanpa pengetahuan lumpuh).
Oleh karena itu pendidikan agama Islam di Sekolah harus dipertegas perannya: diantara peran guru pendidikan agama Islam dalam pengajaran PAI adalah:
- Bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) bukan mata pelajaran tambahan (Suplement), tetapi harus menjadi sebagai pelajaran inti. Apalagi PAI merupakan mata pelajaran yang tidak di UN kan, maka peran PAI harus masuk menjadi Visi Misi sekolah, sehingga semua kegiatan tidak lepas dari nilai Agama.
- Transformasi PAI yang di ajarkan oleh guru Agama harus berorientasi kepada pengamalan bukan sekeder pengetahuan dan pemahaman, apabila hanya orientasinya sebatas pemahaman saja, maka hampir dapat dikatakan gagal, dalam pengajaran pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu guru harus menjadi teladan (figure central) karna guru akan dijadikan standar oleh anak didik dalam kehidupan nya, minimal dilingkungan Sekolah. Guru juga harus kreatif dan inovatif untuk mendorong saraf sensor religi anak didik, sehingga menjadikan ilmu yang amali.
- PAI diharapkan mampu bekerja sama dengan seluruh komponen sekolah, baik dengan unsur pimpinan maupun dengan sesama guru bidang study lain. Disini terintegrasi bahwa setiap guru khususnya yang beragama Islam, harus menjadi tauladan, bagi anak didik dalam pengamalan ajaran agama itu sendiri, teladan tidak hanya milik guru pendidikan Agama Islam saja. Seperti kegiatan shalat berjama’ah, disiplin terhadap waktu, membudayakan kebersihan, salam, senyum , sapa dan lain-lain. Disinilah peran serta para guru lebih dominan, maka sejatinya pengamalan agama bukan hanya tugas dan tanggung jawab guru agama an sich.
- PAI diharapkan dapat mewarnai pelajaran lain. Kenapa demikian? Karna al-Qur’an memiliki isyarat ilmiah serta beragam ilmu pengetahuan, termasuk ilmu yang berkembang dewasa ini, baik arkiologi, kedokteran, kelautan, genetika dan lain-lain. Maka guru yang beragama Islam tuh, harus benar-benar tahu dasar-dasar agama Islam itu sendiri.
- Peran dan partisifasi perguruan tinggi yang masih kurang, terutama perguruan tinggi umum (PTU) untuk mempersiapkan guru yang berwawasan agama, sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimilikinya. Kita ma’lum bersama, selama ini PAI masih dalam bentuk Mata Kuliah Umum (MKU) dengan materi-materi dasar keislaman, ingatlah agama itu kholistik (samil).
Demikian sekelumit artikel sederhana ini, dapat penulis suguhkan, dengan harapkan akan menimbulkan motivasi dan kesadaran bagi kita semua, keluarga dan masyarakat, khususnya para pendidik agama Islam, baik formal maupun non-formal, untuk terus berjuang mengimplementasikan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan, sebagai ajaran terakhir yang menyempurnakan ajaran para nabi dan Rosul terdahulu. Dan sebagai cara yang canggih dalam menangkal budaya-budaya negatif yang datang dari dalam maupun dari luar, yang dapat menjauhkan manusia terhadap kholiqnya, dengan berujung kebahgian semu belaka. Semoga Allah memberikan kita semua kebahagian didunia dan akherat. Amiinn.